Perkembangan teknologi informasi kini telah berkembang pesat dan memberikan dampak yang signifikan dalam kehidupan bangsa. Salah satu hal yang menjadi sorotan utama adalah penggunaan Tanda Tangan Elektronik atau Electronic Signature (E-Signature) dalam menandatangani sebuah kesepakatan atau dokumen yang dapat dilakukan secara praktis.
Terlebih lagi pada saat kondisi Pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung, dimana kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat telah dibatasi dengan dilakukannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh pemerintah. Maka Penggunaan Tanda Tangan Elektronik ini dapat menjadi solusi dan memudahkan para pihak atau perusahaan dalam menjalankan aktifitas dan kegiatan bisnisnya agar dapat berjalan seperti biasa.
Hal ini tentu membawa perubahan konsep yang berbeda dengan tanda tangan secara fisik atau tanda tangan basah yang biasa kita lakukan dengan menggunakan tinta basah dan mengharuskan pertemuan dengan para pihak secara langsung ketika menandatangani sebuah dokumen atau kesepakatan.
Penggunaan Tanda Tangan Elektronik telah diatur dalam Pasal 1 Angka 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE 2016”) yang menyatakan bahwa “Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi”.
Apabila anda atau para pihak ingin menandatangani suatu perjanjian tanpa bertemu atau bertatap muka secara langsung, maka penggunaan tanda tangan elektronik ini dapat menjadi pengganti tanda tangan basah dan merupakan hal yang sah, dapat diterima serta bisa dilaksanakan di Indonesia sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UU ITE dan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (“PP No. 71 Tahun 2019”).
Ketika perjanjian yang dilakukan oleh para pihak tersebut dibuat dengan menggunakan Sistem Elektronik, maka dokumen tersebut dapat dikatakan sebagai “Kontrak Elektronik” sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1 Angka 17 UU ITE 2016. Kemudian perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer dan/atau media elektronik lainnya merupakan bagian dari Transaksi Elektronik. Dengan begitu Kontrak Elektronik merupakan bagian dari Transaksi Elektronik yang tentu saja mengikat para pihak.
Kontrak Elektronik ini juga seperti halnya kontrak konvensional, yang dimana perlu dilakukan suatu tanda tangan oleh para pihak dalam sebuah perjanjian yang telah disepakatinya. Tanda tangan yang dituangkan dalam kontrak elektronik tersebut menjadi Tanda Tangan Elektronik.
Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2019, tanda tangan elektronik berfungsi sebagai alat autentikasi dan verifikasi atas identitas penanda tangan dan keutuhan serta keautentukan informasi elektronik. Dalam Pasal 60 Ayat (2) PP No. 71 Tahun 2019, tanda tangan elektronik dibagi menjadi 2 macam jenis yaitu :
1.Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi
Tanda tangan elektronik yang dibuat dengan menggunakan Perangkat Pembuat Tanda Tangan Elektronik Terertifikasi dan menggunakan Sertifikat Elektronik yang dibuat oleh Jasa Penyelenggara Sertifikat Elektronik Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pasal 60 Ayat (3). Yang dimaksud dengan Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSE). Sedangkan PSE merupakan badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
Dalam hal ini, PSE wajib memiliki Sertifikat Elektronik. Untuk dapat memiliki Sertifikat Elektronik tersebut, maka Penyelenggara Sistem Elektronik dan Pengguna Sistem Elektronik harus mengajukan permohonan kepada PSE Indonesia atau badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
Tanda tangan elektronik yang digunakan dalam Transaksi Elektronik dapat dihasilkan melalui berbagai prosedur penandatanganan. Penggunaan tanda tangan elektronik mewakili Badan Usaha, Tanda Tangan Elektroniknya disebut dengan segel elektronik. Tanda tangan elektronik tersbut memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut sebagaimana diatur dalam Pasal 59 Ayat (3) PP No. 71 Tahun 2019 :
- Data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada penanda tangan;
- Data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa penanda tangan;
- Segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah waktu penandatangan dapat diketahui;
- Segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait dengan tanda tangan elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
- Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa penanda tangannya;
- Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penanda tangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik yang terkait.
Apabila kondisi diatas telah dipenuhi persayaratannya, maka tanda tangan elektronik akan sah secara hukum.
2. Tanda Tangan Elektronik Tidak Tersertifikasi
Tanda tangan elektronik yang dibuat tanpa menggunakan Jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSE) Indonesia dan tanda tangan ini juga tidak memenuhi keabsahan kekuatan hukum dan akibat hukum sebagai tanda tangan yang tidak tersertifikasi.
Berdasarkan uraian diatas terkait adanya 2 (dua) macam jenis tanda tangan elektronik telah memiliki akibat hukum dari penggunaan tanda tangan elektronik yang tersertifikasi atau yang tidak tersertifikasi terhadap kekuatan nilai pembuktian. Apabila dilihat dari perspektif hukum, kekuatan tanda tangan elektronik dalam suatu pembuktian penentunya dapat dilihat dari tersertifikasinya tanda tangan tersebut atau tidak. Penggunaan tanda tangan elektronik yang tersertifikasi lebih baik ketika dijadikan sebuah bukti di hadapan pengadilan daripada tanda tangan yang tidak tersertifikasi.
Pada tanda tangan yang tidak tersertifikasi, dalam pembuktiannya juga dapat dilakukan melalui Uji Forensik Digital. Hasilnya akan mengacu dan dituangkan pada laporan atau berita acara atas hasil analisa bukti digital yang dilakukan oleh ahli forensik digital terhadap suatu bukti digital tersebut.
Hasil laporan uji forensik digital tersebut nantinya dapat dijadikan sebagai alat bukti. Apabila merujuk pada Hukum Acara Pidana Indonesia, tentu saja hal ini termasuk dalam alat bukti “Surat” apabila diajukan dalam bentuk tertulis sebagaimana diatur dalam Pasal 187 huruf (c) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa “Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya”. Ahli digital forensik tentu akan dihadirkan dalam persidangan untuk menjelaskan hasil laporan uji forensik digital tersebut.
Namun tidak semua tanda tangan pada sebuah dokumen dapat dilakukan secara elektronik, dalam hukum Indonesia dokumen yang masih harus ditandatangani dengan tanda tangan basah seperti Akta Notaris yang berkaitan dengan Akta Pendirian, Anggaran Dasar, Keputusan Pemegang Saham dan lain sebagainya.
Apabila kita melihat dalam konteks Financial Technology (FinTech), dimana pergerakan industri jasa keuangan yang memanfaatkan penggunaan teknologi telah menggunakan tanda tangan elektronik. Biasanya hal tersebut digunakan ketika melakukan Transaksi Pinjam Meminjam Uang berbasis Teknologi atau Peer-to-Peer Lending (P2PL) sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Apakah tanda tangan elektronik (e-signature) memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan basah dalam ranah FinTech?
Dalam konteks ini, Perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang ditandatangani menggunakan Tanda Tangan Elektronik atau E-Signature memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sama dengan perjanjian yang ditandatangani dengan tinta basah sebagaimana diatur dalam Surat Edaran OJK No. 18/SEOJK.02./2017 tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Namun harap diingat bahwa dalam rangka penggunaan Tanda Tangan Elektronik, disini penyelenggara P2PL harus bekerjasama dengan penyelenggara tanda tangan elektronik yang telah ditentukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan memenuhi kualifikasi paling sedikit sebagai berikut:
- Terdaftar di Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia;
- Memiliki standar keamanan dan Teknologi Informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- Menyampaikan laporan berkala perihal kinerja dan hasil audit kepada Penyelenggara;
- Memiliki kemampuan untuk mengamankan data Penyelenggara dan Pengguna dengan metode enkripsi dan menerapkan prinsip hak akses minimum;
- Memiliki metode untuk menerbitkan, menghapus, dan mengganti Sertifikat Elektronik atas permintaan masing-masing Penyelenggara atau Pengguna;
- Memiliki metode untuk melakukan verifikasi terhadap Tanda Tangan Elektronik yang sudah dibubuhkan serta Sertifikat Elektronik yang diterbitkan;
- Dapat melakukan proses penandaan waktu untuk setiap proses penandatanganan elektronik; dan
- Dapat melakukan proses pencabutan dan penerbitan ulang Sertifikat Elektronik yang bermasalah atas permintaan masing-masing Penyelenggara atau Pengguna.
Kualifikasi sebagaimana dalam huruf (b) sampai huruf (h) dibuktikan dengan hasil audit teknologi informasi yang dilakukan oleh auditor independen yang terpercaya dan memiliki reputasi internasional.
Selanjutnya untuk membuat tanda tangan elektronik atau segel elektronik yang tersertifikasi secara legal di Indonesia, penyelenggara tanda tangan elektronik harus terdaftar di Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia dan dilakukan sertifikasi oleh lembaga sertifikasi penyelenggara sertifikasi elektronik (E-Signature Certification Agency). Hal ini juga berlaku terhadap PSE Asing, dimana harus terdaftar ketika ingin beroperasi di Indonesia.
Saat ini pemerintah memiliki jasa sertifikat dan tanda tangan digital yang efisien, aman, dan praktis. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik atau Certification Authority (CA) hadir sebagai pelopor nasional penyelenggara sertifikat elektronik yang langsung dikelola oleh Direktorat Keamanan Informasi (Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia) guna menyediakan jasa sertifikat dan tanda tangan digital di Indonesia, terutama untuk ekosistem dalam industri keuangan dan transaksi E-Commerce.1 Berikut terdapat 7 (tujuh) penyedia jasa sertifikat dan tanda tangan elektronik terdaftar di Indonesia dalam Penyelenggara Sertifikasi Elektronik yaitu:2
- Balai Sertifikasi Elektronik Badan Siber dan Sandi Negara;
- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi;
- Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia;
- PT Djelas Tandatangan Bersama;
- PT Indonesia Digital Identity (VIDA);
- PT. Solusi Net Internusa;
- PT Privy Identitas Digital.
Setiap tanda tangan elektronik yang dibubuhkan dalam sebuah dokumen dengan menggunakan Penyelenggara sertifikasi Elektronik atau Certification Authority (CA) terdaftar memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan basah di hadapan pengadilan.
Dengan begitu, diharapkan masyarakat atau perusahaan yang menggunakan teknologi di Indonesia dapat memanfaatkan bisnis digitalisasi mereka secara lebih optimal dan dibantu oleh Penyelenggara Sertifikat Elektronik yang bertujuan untuk untuk menciptakan keamanan nasional (memproteksi penggunaan transaksi online dari fraud dan pencurian data) dan meningkatkan kepercayaan masyarakat Indonesia dalam menggunakan transaksi keuangan dan perjanjian di dunia digital atau elektronik.
Sumber :
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
- Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
- Surat Edaran OJK No. 18/SEOJK.02./2017 tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
- https://tte.kominfo.go.id/listPSrE/_, diakses pada tanggal 30 Agustus 2021

